Pangkat Lewat Jalan Pintas? Promosi Jabatan Itu Rezeki, Bukan Ajang Sikut-Sikutan

Naik jabatan adalah keinginan yang wajar. Siapa pun ingin dihargai atas kerja kerasnya, diberi tanggung jawab lebih besar, serta merasakan peningkatan posisi dan penghasilan.

Tapi jalan menuju jabatan itu tidak selalu lurus. Kadang, keinginan itu berubah jadi ambisi yang membutakan arah.

Demi terlihat paling layak, ada yang mulai menjatuhkan rekan kerja, membangun pencitraan palsu, bahkan memanipulasi situasi.

Semua dilakukan diam-diam. Di permukaan tampak kompeten dan aktif, tapi di balik layar muncul intrik yang memecah kepercayaan.

Sisi Gelap Ambisi dalam Psikologi

Dalam Ilmu Psikologi, setidaknya ada tiga karakter gelap yang disebut Dark Triad Traits, dan semuanya bisa muncul di dunia kerja:

– Narsisisme: terlalu haus akan pujian dan sering melebih-lebihkan kontribusi pribadi.

– Psikopati ringan: tidak peduli dampak ke orang lain, asal target tercapai.

– Machiavellianisme: manipulatif, licin, dan lihai menyusun strategi untuk kepentingan sendiri.

Orang dengan karakter seperti ini biasanya cakap memainkan citra. Ketika atasan datang, terlihat sibuk. Tapi saat tim butuh bantuan, justru hilang dari radar.

Lingkungan kerja yang terlalu kompetitif tanpa nilai, sayangnya, sangat subur menumbuhkan karakter seperti ini.

Islam Memandang Jabatan Sebagai Amanah, Bukan Ajang Adu Strategi

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَن غَشَّ فَلَيْسَ مِنَّا

“Siapa yang menipu (curang), maka ia bukan termasuk golongan kami.” (HR. Muslim)

Dalam Islam, manipulasi bukan hanya tindakan buruk secara moral, tapi juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai Umat. Apalagi jika dilakukan demi kekuasaan dan posisi.

Kemudian saat Umar bin Khattab Rodhiyallahu ‘Anhu menunjuk pejabat, beliau mengingatkan sabda Nabi ﷺ:

إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ

“Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat suatu kaum dengan (berpegang pada) Kitab (Al-Qur’an) ini dan merendahkan yang lain dengannya.” (HR. Muslim)

Artinya, jika jabatan diraih dengan jalan yang menyimpang dari nilai Qur’an—seperti manipulasi, fitnah, atau menjilat—maka jabatan itu bukan kenaikan, tapi awal dari kerendahan yang tersembunyi.

Bahkan Imam Ibnul Mubarak Rohimahullah pun mengingatkan:

“Mengejar-ngejar jabatan itu dapat menghilangkan agama.” (Al-Jami’ li Akhlaqir Rowi)

Jabatan memang bisa mengangkat derajat, tapi hanya jika ditempuh dan dijalankan dengan jujur, amanah, dan akhlak.

Jalan Lurus Menuju Amanah

Jika ingin mendapatkan jabatan dengan cara yang berkah, berikut prinsip yang bisa dipegang:

– Ikhlaskan niat: Jadikan keinginan naik jabatan sebagai sarana mengabdi, bukan sekadar ambisi.

– Tawakal dan Ridho: Jangan berburu jabatan dengan jalan curang. Jika diberi amanah, terima dan jalankan dengan tanggung jawab.

– Jauhi manipulasi: Hindari segala bentuk rekayasa, kolusi, atau pencitraan palsu.

– Perbaiki kompetensi dan akhlak: Jika layak, biarkan orang lain yang merekomendasikan secara tulus.

– Tegakkan amanah – Jika sudah diberi posisi, jalankan dengan adil dan jujur.

Keinginan untuk naik jabatan bukanlah sebuah dosa tetapi cara mendapatkannya menentukan keberkahan di dalamnya.

Islam tidak melarang seseorang tumbuh dalam karier. Yang dilarang adalah menjadikan jabatan sebagai tujuan akhir hingga melupakan nilai, memanipulasi rekan, dan menyakiti lingkungan kerja.

Karena jabatan yang diraih dengan kelicikan, bukan tanda kemuliaan. Ia justru jadi ujian yang mungkin datang dalam bentuk pujian—tapi menyimpan hisab yang panjang.

(***)