Ada kalanya karyawan salah paham bukan karena malas atau tidak fokus, melainkan karena arahannya memang terlalu umum, multitafsir, atau berubah-ubah.
Misalnya, perintah “buat desain yang profesional tapi tetap fun” tanpa contoh konkret, tanpa batasan waktu, dan tanpa komunikasi lanjutan. Hasilnya? Tim bingung, hasil tidak pas, lalu revisi berkali-kali.
Revisi bisa menjadi gejala bahwa ada komunikasi yang perlu dibereskan. Ini adalah titik di mana evaluasi cara menyampaikan tugas sangat dibutuhkan.
Komunikasi Buruk Bisa Picu Stres dan Turnover
Dalam dunia psikologi organisasi, komunikasi yang tidak efektif disebut sebagai communication breakdown.
Ini terjadi ketika pesan tidak sampai sebagaimana mestinya—entah karena cara penyampaian yang kurang jelas, media yang tidak tepat, atau gaya komunikasi yang tidak cocok dengan penerimanya.
Jika komunikasi yang buruk ini terus berlanjut, ada beberapa dampak negatif yang akan dirasakan oleh karyawan seperti karyawan merasa tidak yakin dengan ekspektasi dan rasa percaya diri menurun karena sering disalahkan.
Bahkan karyawan juga bisa merasa stres bahkan burnout karena merasa takut untuk kembali disalahkan.
Pentingnya Ilmu Sebelum Mengarahkan
Allah ﷻ menegaskan pentingnya berbicara dan bertindak berdasarkan ilmu:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
“Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isro’: 36)
Ayat ini mengingatkan agar seorang pemimpin tidak asal memberi tugas tanpa memahami terlebih dahulu kebutuhan tim, kemampuan sumber daya, dan konteks pekerjaan.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
“Apabila urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”(HR. Al-Bukhori)
Maksudnya jelas—tugas kepemimpinan, termasuk dalam memberikan arahan, harus dilakukan oleh yang paham dan bertanggung jawab.
Karena jika tidak, hasil kerja bukan hanya tidak maksimal, tapi bisa menyebabkan kehancuran sistem kerja secara keseluruhan.
Bukan Tentang Salah Benar Tapi Cara Berkomunikasi
Kisah Kholid bin Walid Radhiyallahu ‘Anhu dalam medan perang menjadi contoh nyata. Saat strategi awal dari atasannya tidak sesuai karena perubahan di medan, ia segera mengubah taktik.
Bukan karena membangkang, tapi karena tahu bahwa strategi yang tepat lebih penting daripada sekadar taat pada rencana awal.
Pesan moralnya? Evaluasi bukan hanya untuk yang melaksanakan, tapi juga untuk yang mengarahkan.
Daripada terus-menerus memperbaiki hasil, mungkin sudah waktunya memperbaiki cara memberi tugas.
(***)