Qurban Versi Kantoran: Nunda Opor Demi Nuntasin Kerjaan di Momen Idul Adha

Idul Adha biasanya identik dengan gema takbir, ketupat dan opor, serta momen hangat bersama keluarga.

Tapi, di tengah suasana yang penuh syukur itu, ada juga sosok-sosok yang masih menatap layar laptop, merapikan laporan, atau membalas email penting.

Bukan karena terpaksa. Bukan juga karena tidak ingin kumpul keluarga.

Tapi karena ada tanggung jawab yang belum selesai—yang bikin hati rasanya belum tenang kalau ditinggal begitu saja.

Pengorbanan yang Tidak Disembelih Tapi Dijalani

Dalam dunia kerja, banyak bentuk qurban yang tidak terlihat. Salah satunya: memilih menunda waktu istirahat demi menyelesaikan tugas penting yang berdampak pada banyak pihak.

Keputusan ini kadang sepi tepuk tangan. Tapi bagi yang menjalaninya, ada rasa damai karena telah menuntaskan amanah.

Inilah bentuk keikhlasan yang sejalan dengan makna terdalam dari qurban: memberi tanpa pamrih, menyelesaikan amanah meski diam-diam.

Allah ﷻ berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

“Mereka hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Kerja, jika diniatkan sebagai bentuk ibadah, akan bernilai jauh lebih dari sekadar gaji atau pencapaian. Nilai sejatinya terletak pada niat di dalam hati.

Seperti kata salah satu Shohabat Nabi Muhammad ﷺ dalam riwayat Al-Bukhari:

“Aku mengharapkan pahala pada tidurnya sebagaimana pada terjagaku.”(HR. Al-Bukhori)

Artinya, bahkan istirahat pun bisa bernilai ibadah—asal niatnya tepat. Begitu pula kerja yang dilakukan dengan ikhlas dan tanggung jawab: capeknya bisa berpahala, bahkan di tengah momen libur.

Teladan Tentang Diam-diam dalam Tokoh Islam

Sejarah mencatat banyak tokoh besar yang memilih menunaikan tanggung jawab, bahkan saat orang lain sedang beristirahat:

Seperti Khalifah Umar bin Abdul Aziz menolak memakai fasilitas negara untuk urusan pribadi. Amanah baginya bukan alat istimewa, tapi beban yang harus dijaga.

Kemudian ada juga, Imam Ahmad bin Hanbal tetap menulis dan menyebarkan ilmu, bahkan dalam keadaan sulit. Karena baginya, tanggung jawab sebagai ulama adalah hal yang harus terus dijalankan.

Mereka mengajarkan bahwa ibadah tak melulu soal ritual. Bekerja dengan amanah pun bisa menjadi bentuk pengabdian.

Menunda Libur Bukan Salah, Tapi Harus Seimbang

Bagi yang memilih untuk tetap bekerja di hari raya, bukan berarti harus terus-terusan menunda waktu untuk diri sendiri. Beberapa sikap bijak bisa membantu menjaga keseimbangan:

– Komunikasikan ke tim dan keluarga, agar tidak muncul salah paham.

– Pastikan ambil waktu istirahat setelahnya, walau cuma rebahan total satu hari penuh.

– Niatkan kerja sebagai ibadah, agar lelahnya punya makna dan tidak terasa sia-sia.

Karena ibadah bukan hanya tentang berada di sajadah, tapi juga tentang menjalani tanggung jawab dengan ikhlas.

(***)