Ujuk-Ujuk Resign Tanpa Pamit, Bukan Kelihatan Keren, Tapi Malah Bisa Jadi Blunder Besar, Kok Bisa?

Pernah nggak sih, kamu tiba-tiba pengin banget cabut dari kantor? Kayak udah mentok, suntuk, atau mungkin, ada tawaran yang terlalu bagus buat dilewatkan.

Rasanya pengin langsung bilang, “Aku resign sekarang juga ajalah!.” Tanpa mikir panjang, tanpa nulis surat, langsung walk out ala film.

Tapi tunggu dulu. Meski dorongan resign mendadak itu wajar, cara kita keluar dari sebuah pekerjaan tetap penting.

Bukan cuma soal etika, tapi juga soal tanggung jawab yang sudah dipercayakan ke kita—dan bahkan, soal hubungan kita sama Allah.

Resign Boleh, Tapi Nggak Bisa Ujuk-Ujuk

Secara hukum, sebenarnya sudah ada aturannya. Dalam Perppu Cipta Kerja, tepatnya di Pasal 154A ayat (1) huruf i, disebutkan bahwa kalau karyawan mau mengundurkan diri, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi:

– Mengajukan pengunduran diri secara tertulis minimal 30 hari sebelum hari H.
– Tidak sedang terikat ikatan dinas.
– Tetap menjalankan tugas seperti biasa sampai hari terakhir kerja.

Kenapa harus begitu? Karena keluar tanpa kabar itu ibarat ninggalin tim di tengah pertandingan—nggak cuma bikin lawan bingung, tapi juga bikin satu timmu kelimpungan.

Efek Resign Dadakan: Lebih Berat dari Sekadar Kursi Kosong

Resign mendadak bukan cuma bikin atasan panik, tapi juga bisa berdampak ke operasional perusahaan. Posisi kamu mungkin perlu digantikan, dan proses mencari pengganti jelas nggak instan.

Di sisi lain, teman-teman sekantor yang sebelumnya jadi tempat kamu curhat dan ketawa-ketiwi, bisa jadi tiba-tiba harus nanggung pekerjaan yang kamu tinggalin.

Nggak heran kalau akhirnya muncul rasa kesal, kecewa, bahkan memutus hubungan baik yang sebelumnya sudah terbangun.

Konsekuensi Lainnya: Bukan Cuma Masalah Perasaan

Setiap perusahaan umumnya punya aturan internal yang cukup jelas soal pengunduran diri. Resign tanpa pemberitahuan bisa berujung ke:

– Tidak diberi surat pengalaman kerja (paklaring),

– Masuk daftar hitam (blacklist) di perusahaan sejenis,

– Tidak dibayarkan sisa gaji atau hak lainnya,

– Bahkan bisa digugat jika ada pelanggaran kontrak berat.

Jadi kalau kamu pikir resign mendadak itu bentuk “kemenangan pribadi”, mungkin perlu dipikirkan ulang. Karena efeknya bisa panjang—dan nggak selalu enak.

Islam Bicara tentang Amanah, Bukan Sekadar Pekerjaan

Dalam Islam, pekerjaan bukan cuma soal gaji. Tapi juga soal amanah—tanggung jawab yang dipercayakan pada kita dan harus dijaga sampai selesai.

Kalau keluar tanpa pamit, meninggalkan tanggung jawab begitu saja, maka hal itu bisa termasuk dalam tindakan yang disebut “Khianat”. 

Hal ini tertuang pada Surat Al-Anfal Ayat 27: 

يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓا أَمَـٰنَـٰتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rosul (Muhammad), dan (jangan pula) kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal: 27)

Jadi ketika seseorang resign secara mendadak, bukan hanya perusahaan yang dirugikan. Tapi juga ada amanah yang terlepas begitu saja, tanpa diselesaikan dengan baik.

Jadi, Gimana Baiknya?

Kalau kamu merasa sudah waktunya pindah, itu sah-sah saja. Tapi lakukan dengan cara yang benar. Buat surat resign, beri waktu transisi, dan sampaikan secara baik-baik.

Karena keluar dari tempat kerja dengan elegan bukan cuma menunjukkan kedewasaan, tapi juga menjaga hubungan baik—dengan manusia, dan juga dengan Allah.

Lagipula, siapa tahu, jalan rezeki ke depan justru terbuka karena kita menutup pintu yang lama dengan cara yang benar.

(***)